Selasa, 03 Mei 2011

Bapakku yang sedang marah

Dulu, aku punya kebiasaan baik yaitu kemampuanku untuk mendengarkan. Setelah bertambahnya usia kemampuan tersebut semaki memudar kalau tidak dikatakan dengan menghilang, sejalan dengan bertambahnya usia dan arogansi, serta ego yang semakin tinggi. Memonopoli pembicaraan, mengklaim kebenaran, memotong pembicaraan dan menghakimi menjadi bahasa sehari - hariku.
Hari ini kebetulan terdapat kesempatan kalau tidak dikatakan kebetulan, aku mempunyai banyak waktu untuk mendengarkan Bapak Budi ( kita panggil saja demikian ) bercerita selama hampir dua jam, dengan sesekali ( hanya sesekali ) aku memotong pembicaraannya. Beliau bercerita tentang sejarah perjalanan hidupnya selama hampir 32 tahun mengabdi dengan majikannya bernama Bapak Asep.
Pak Budi bercerita tentang penderitaannya mengabdi dengan Bapak Asep, betapa dia sering diperlakukan secara tidak adil, dipanggil dengan panggilan yang tidak sopan, diambil haknya. Semua itu mengalir tanpa tendeng aling-aling. Selama ini hubunganku dengan Bapak Budi hanya hubungan kerja, karena aku tidak mau repot terlibat hubungan yang mendalam dengan teman kerja, karena dunia kerja tidak dapat kita pungkiri penuh dengan gosip. Jadi prinsipku, bekerja dengan baik, tidak merugikan rekan kerja , tidak merugikan lembaga itu cukup. Kenapa harus ribet ngobrol kesana - kemari ?
Pendapatku itu ternyata ada kelirunya juga. Menjadi pendengar yang baik ternyata berbeda dengan menjadi penggosip. Menjadi pendengar mungkin tidak menyelesaikan masalah tapi tidak juga menimbulkan gosip . Kemampuan bisa juga kita sebut keterampilan mendengar dibutuhkan banyak orang . Orang yang berbicara dengan kita , seringkali tidak membutuhkan solusi, mereka hanya butuh orang yang peduli dengan penderitaannya. Memahami bukan pula berarti menceburkan diri kepada permasalahan orang tersebut sehingga memungkinkan muncul pendapat yang akan memperkeruh masalah.
Menjadi pendengar yang baik, itu membutuhkan kesabaran yang sangat luar biasa. Karena mungkin saja apa yang kita dengar tidak sesuai dengan prinsip yang kita pegang.
Pendengar yang baik membutuhkan kelapangan hati dan ketulusan. Karena orang akan tahu bahwa kita tidak peduli atau tidak berempati dengan penderitaan orang tersebut
Pendengar yang baik adalah sebuah sikap yang berat, karena akan sangat sulit bagi kita menekan ego kita saat berbicara dengan orang sangat mendominasi pembicaraan.
Menurutku salah satu pendengar yang baik itu adalah Desi Anwar. Tidak ada satupun yang akan menolak bahwa Desi Anwar adalah pibadi yang pintar dan berpengetahuan luas. Tapi ketika dia mewawancara lawan bicaranya kepribadiannya luruh yang ada hanya tokoh yang dia ajak bicara. Bahasa tubuh, cara dia memandang, intonasinya mencerminkan bahwa lawan bicaranyalah penguasa percakapan. Dia dengan sabar mendengarkan lawan bicaranya. Keterarampilan tersebut tidak akan hadir tanpa kerendahatian yang tinggi.
Jadi kalau selama ini semua orang berlomba menjadi orator, pembicara utama. Tidak adakah yang ingin menjadi pendengar yang baik ??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar